Selasa, 31 Mei 2016

Duurstede Untold Stories #3



“Bebatuan Melingkar” itu bercerita
  Bagian III

J.J. Rizal sejarahwan asal Betawi, dalam acara Flashback di MetroTv yang ditayangkan pada 06 Maret 2016 dengan judul “Kanal Molenvliet, Riwayatmu dulu dan kini” berkata: 
“...Generasi pertama VOC yang datang ke Hindia Timur adalah para pengecut, “sang anak mama/mami (The moma’s boys)...
 Mereka datang dengan banyak kenangan tentang perang 80 tahun di negaranya, dan ingin “menghadirkan” semua kenangan tentang tempat kelahiran mereka itu dalam bentuk bangunan-bangunan di tanah jajahan yang baru (Indonesia). Dari bentuk bangunan (benteng), rumah, arsitektur penataan sebuah kota hingga penamaan semuanya didasari oleh kenangan emosional itu... kira-kira begitulah maksud dari J.J. Rizal tadi.

Het Fort Duurstede (Photo by : Ambonesia Foundation)

Minggu, 15 Mei 2016

Duurstede Untold Stories #2



“Bebatuan Melingkar” itu bercerita
  Bagian II

Akhir Februari 1796, Residen Saparua yang bermarkas di benteng Duurstede dipanggil secara mendadak oleh Gubernur Amboina, Alexander Cornabe yang memerintah sejak 1794 - 1796 untuk menghadap di benteng Victoria Ambon. Cornabe ingin menyampaikan kabar, bahwa kekuasan Belanda di Hindia timur, diserahkan kepada Inggris dengan “dasar hukum” instruksi Raja Belanda Willem V yang dikenal dengan nama Warkat Kew. Munculnya instruksi inipun tak secara tiba-tiba, tapi memiliki cerita panjang sebagai behind the storynya. Di tahun 1780 - 1784, terjadi pergolakan politik di Eropa Barat. Inggris turun ke arena pergolakan berhadapan dengan Perancis sehingga terjadi perang Inggris IV.  Di tahun 1792, saat masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Joan Maetsuycker, Perancis di bawah Louis XIV telah menginvasi Belanda dengan 100.000 pasukannya. Selama tahun-tahun ini VOC di Indonesia semakin terpisah dari negeri Belanda. Pada bulan Desember 1794 - Januari 1795, Perancis di bawah pimpinan Jenderal Pichegru menyerbu Belanda dan berhasil membentuk pemerintahan boneka Perancis, yang dinamai Republik Batavia di bawah perlindungan Perancis. Raja Belanda Willem V melarikan diri ke Inggris dan membentuk pemerintahan “transisi” di negeri Orang. Willem V bersembunyi di kota kecil Kew dekat London. Di kota inilah, Willem V mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan “Warkat Kew” yang isinya menyerahkan semua daerah jajahannya di Afrika dan Asia ke tangan Inggris agar tak jatuh ke tangan Perancis. Berbekal dokumen itu, Inggris menduduki Padang dan Malaka di tahun 1795 dan Ambon di tahun 1796. 17 Februari 1796 terjadi pergantian kekuasaan di kota Ambon dari Belanda ke Inggris. Laksamana Pieter Rainier  akhirnya menjadi Gubernur Inggris di kota Ambon (17 februari 1796-desember 1796)  menggantikan gubernur Amboina, Alexander Cornabe asal Belanda. Meski, Ambon telah “dikuasai” Inggris, namun di pusat kekuasaan  VOC Batavia, tetaplah dipegang oleh VOC. Gubernur Jenderal disaat itu adalah Willem Arnold Alting yang memerintah sejak 02 September 1780 – 16 Agustus 1796. Orang ini kelahiran Groningen 11 November 1724, dan meninggal di Kampung Melayu (Batavia) pada 7 Juni 1800. Pertama kali datang ke Hindia Timur, pada tahun 1750 sebagai pedagang yunior (onderkopman) dan karirnya terus berkembang. Tahun 1759, ia menjadi anggota luar biasa Raad van Indie, tahun 1672 menjadi anggota penuh. Saat pemerintahan Gubernur Jenderal VOC  Reynier de Klerk (04 oktober 1777-02 september 1780) ia adalah anggota senior di Raad van Indie dalam pemerintahan de Klerk. Ia pun menggantikan Reynier de Klerk menjadi Gubernur Jenderal VOC. Pada masa pemerintahannya, menantu serta keluarganya banyak yang menempati pos-pos penting VOC yaitu menjadi residen di Pulau Jawa. Salah satu menantunya Johanes Sieberg, malah menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dan salah satu suami cucunya menjadi Residen Saparua yaitu Johanes Rudolph van Den Berg. Selain itu, Nicholas Engelhaard  yang juga keponakannya, menjadi Gubernur Pantai Timur Laut Jawa (1801-1808) di masa Johanes Sieberg menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (22 agustus 1801-19 oktober 1804). Johanes Sieberg menikah dengan salah satu putri Alting hasil pernikahannya yang pertama dengan Susana Knabe yang bernama Pieternela Gerhardina Alting, sedangkan putrinya yang lain Constantia Cornelia Alting menikah dengan Johan Luberth Umbgrove. Anak mereka adalah Johana Christhina Umbgrove  adalah istri dari Residen Saparua Johanes Rudolph van Den Berg.  Alting menikah untuk kedua kalinya dengan Maria Susana Grebel. Sebelum menikah dengan Alting, Maria Susana Grebel menikah dengan Huyben Senn van Bassel. Anak mereka Maria Wilhelmina Senn van Bassel nantinya menikah dengan Nicholas Enggelhard. Jadi sang keponakan Willem Arnold Alting menikah dengan anak tirinya. Sebuah jejaring keluarga yang saling terikat dengan kuat karena perkawinan “keluar masuk”.