Sabtu, 30 April 2016

Duurstede Untold Stories #1


Penulis : Aldrijn Anakotta

Kenangan Masa Kecil

Bebatuan melingkar itu terasa aneh, misterius dan selalu sunyi, namun seperti yang sering terjadi, jika sebuah bangunan bertumbuh, bersahabat dengan hidup manusia, maka itu dianggap biasa. Tak ada yang spesial di situ. Begitu juga yang terjadi pada bebatuan melingkar itu. Bebatuan yang seperti ditumpuk di atas batu karang itu, layaknya mercusuar yang menjaga “mulut” perairan teluk saparua. Memelototi pulau nusalaut yang mengambang di atas lautan di depan matanya. Menatap pada kesunyian deburan ombak, belitan gelombang, hilir mudiknya para nelayan bertaruh nyawa mencari sesuap nasi dan kehidupan sederhana yang terus berjalan mengalahkan zaman. Ya, batu-batu yang melingkar di atas karang itu, yang kita kenal sebagai benteng Duurstede!!! Sebuah benteng peninggalan bangsa belanda di jantung uliaser, di negeri saparua (Pisarana Hatusiri Amalatu). Seperti sebuah misteri pada masa kanak-kanak, tempat itu hanya cukup dikenal sebagai benteng duurstede, tempat bermain, tempat menonton pertandingan sepak bola, tempat duduk berleha-leha karena angin pantai yang bertiup mengusap rambut dan pipi. Di masa kanak-kanak yang teringat, saat ada pertandingan sepak bola, tempat itu dijadikan “tribun VIP” karena tinggi dibandingkan nonton di pinggiran lapangan. Atau bisa juga tempat itu dijadikan sebagai “solusi terakhir” saat anak-anak tak punya uang membeli tiket masuk untuk menyaksikan pertandingan bola. Jika itu yang terjadi, anak-anak akan berjalan menyusuri tepian pantai, bersembunyi dari tatapan mata para “intel” penjual tiket, memanjat tebing-tebing batu di kaki benteng dengan nafas satu dua, memanjat dinding yang tebal itu, dengan  berbekal potongan kayu yang bersandar, dan akhirnya “free… merdeka” duduk nangkring di “pundak batu” selayaknya para “hooligans” para ultras, penggemar fanatik sepakbola sambil berteriak-teriak. Ada juga tempat lain, di masa kanak-kanak yang dikenal sebagai lubang tikus. Terowongan berbentuk setengah lingkaran yang sempit, dan dipergunakan anak-anak untuk masuk kedalam benteng. Hal itu dilakukan jika anak-anak tak mampu atau tak mau susah-susah memanjat dinding benteng. Lubang terowongan itu kira-kira panjangnya 6 meter dari luar hingga menembus perut benteng. Dan akhirnya tiba di dalam sebagai the winner dalam petualangan menaklukan rasa takut untuk tujuan final yaitu menonton sepak bola. Atau tempat itu akan ramai saat peringatan Pattimura Day, setiap tanggal 14 Mei, meski tetap saja “tersingkir” karena TKP-nya lebih banyak berpusat di hutan saniri, lapangan pattimura atau baileu negeri saparua.

Rabu, 13 April 2016

Rekam Jejak


Negeri Pisarana Hatusiri Amalatu Saparoea
Dalam Pusaran Waktu.


Seperti kehidupan, sejarah sebuah negeri atau dalam skop lebih luas yaitu kebudayaan, pastilah mengalami pasang surut dalam jejak-jejak langkahnya. Kebudayaan akan dimulai dengan “kelahiran”, perkembangan pasang surut dan akhirnya mengalami keruntuhan. Itu yang dikatakan Supratikno Raharjo dalam bukunya “peradaban jawa”. Ia mengutip dan memakai analisa sejarahwan Inggris Arnold Toynbee  untuk mengupas peradaban jawa yang berlangsung selama hampir 7 abad. Ada periode Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang berlangsung sejak Mataram Kuno hingga runtuhnya kerajaan Majapahit. Persoalan itupun bisa digunakan dalam memahami jejak langkah sebuah sejarah dari suatu negeri, meskipun ada hal-hal yang tak sama. Hal yang tak sama itu adalah soal keruntuhan, karena tentunya keruntuhan sebuah negeri, tidaklah diinginkan siapapun.
Negeri Saparua atau Pisarana Hatusiri Amalatu juga mengalami sebuah jejak yang panjang. Seperti layaknya manusia, ia juga mengalami kelahiran, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga saat ini. Jika digunakan umur manusia, negeri itu telah “berumur” hampir 6 abad. Tentunya dalam usia itu, banyak hal yang terjadi, banyak kejadian yang telah mewarnai perjalanan Negeri Saparua. Kejadian-kejadian itu menjadi montase kehidupan sebuah negeri, kalaideskop yang bisa digunakan untuk merenung, belajar serta mengambil manfaat untuk kehidupan serta pertumbuhan sebuah negeri kedepan.
Ini adalah sebagian rekam jejak, yang bisa dicatat, dikumpulkan dan didata. Tentunya rekam jejak itu tak sempurna, karena mungkin saja, banyak yang terlewati, tak tercatat dan dimuat. Ini hanyalah sebuah usaha untuk mencatat, apa-apa saja yang pernah terjadi dalam rentang waktu yang panjang itu. Rekaman itu pastilah banyak kekurangan, namun kiranya ini bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk “melengkapi” jejak itu.