Kamis, 16 April 2015

Melawan Lupa (Part.4)_Senja Kala Sluis/Slois

Badgelegenheid/zwemmen op Saparoea
Tempat Pemandian Orang-orang Belanda di Negeri Saparua
(Oleh : Aldrijn Anakotta)


A.      PENDAHULUAN
Mengutip kata-kata Sejarahwan J.J. Rizal dalam artikelnya di Koran Tempo, 11 Desember 2011 yang dimuat ulang (reposting) pada blog komunitas bambu dengan judul “Senja Kala Tuinstad Menteng” : Kalau ada yang bilang “a city without old building is like people without remembrance,” berani sumpah, itulah Jakarta! Ya seperti itulah juga  riwayat bangunan-bangunan tua di Saparua di masa sekarang! Sebuah kota bekas pusat Keresidenan Saparoea, yang dulunya banyak terdapat peninggalan bangunan-bangunan tua, tempat-tempat “sejarah” yang merupakan peninggalan dan saksi bisu penjajahan, semakin lama semakin hilang!!!.  
Benteng Duurstede, Landraad (pengadilan) Saparua, SD Negeri 1 Saparua, SD Negeri 2 Saparua, SD Kristen Tiouw, Beesturstaad Contrelaur (Kantor Kontrolir/Camat), Inggris Cementary (Kubur Inggris), Begraafplats op Saparua (Pekuburan Saparua),  dan beberapa yang lainnya adalah bukti peninggalan dan saksi sejarah yang ada di negeri ini.
Tergugah dengan tulisan sejarahwan J.J. Rizal di atas, serta “desakan’” dan usulan dari adik tercinta, Ferdy. Lalala/Anakotta, artikel ini ditulis. Artikel ini ditulis dengan tujuan sebagai pengingat akan kenangan kita semua. Kenangan bahwa kita pernah memiliki sesuatu yang telah hilang karena ketakpedulian. Kenangan akan sesuatu yang pernah ada, pernah hidup bersama kita dan kenangan akan situs sejarah. Juga sebagai “peringatan” kepada para pembesar di negeri ini untuk “menghargai” sejarah bangsa ini. Kedepan kiranya “tuan-tuan pembesar” bisa melestarikan semua itu, hingga generasi berikutnya bisa tahu dan belajar sejarah kehidupan.

Jumat, 03 April 2015

Melawan Lupa (Part.3)_Aliansi Toehaha Saparoea

ASAL MULA TERJADINYA HUBUNGAN SALING MEMBANTU NEGERI TOEHAHA (BEINUSA AMALATU) DAN NEGERI SAPAROEA (PISARANA HATUSIRI AMALATU) DALAM PROSES RENOVASI RUMAH ADAT (TUTU BAILEU)
(Catatan dalam versi Negeri Saparoea)




Pengantar
    Artikel ini ditulis sebagai upaya untuk “melestarikan” adat/kebiasaan yang berusia tua. Upaya pelestarian ini dilakukan untuk melawan lupa. Benak manusia sangatlah terbatas, dan selama ini hanyalah “mengandalkan” ingatan dan tradisi oral (tutur). Tak ada yang salah dengan perspektif itu, namun hal itu tidaklah cukup. Perlu ada usaha pendokumentasian. Dalam kontemplasi cara berpikir itulah maka tulisan ini dibuat. Lagipula, selama ini kebiasaan “membantu” yang dilakukan oleh Negeri Toehaha (Beinusa Amalatu), dalam prosesi renovasi Baileu (tutu baileu) Negeri Saparoea (Pisarana Hatusiri Amalatu), terus dipelihara oleh kedua negeri, meskipun generasi sekarang “tidak semua” tahu sejarah asal mulanya. Memang ada beberapa generasi tua yang tahu. Namun seperti yang disebutkan di atas, generasi tua, terus mengandalkan ingatan dan tradisi bertutur. Upaya pendokumentasian dan pengarsipan dalam bentuk tulisan ini, sebagai cara mengantisipasi jika generasi tua tak ada lagi. Jika itu terjadi, maka upaya ini bisa dijadikan “pegangan” dan “referensi” bagi kami generasi sekarang. Tulisan ini juga dibuat sebagai bentuk “apresiasi” dan penghormatan tulus kami, anak-anak negeri Pisarana Hatusiri Amalatu  kepada anak-anak negeri Beinusa Amalatu. Tulisan sejarah ini adalah catatan-catatan serpihan yang dikumpulkan dan “direkonstruksi” ulang. Tulisan ini juga adalah sebuah versi sejarah dari negeri Pisarana Hatusiri Amalatu. Berpijak pada “kode etik” penulisan sejarah yang berimbang, maka diharapkan ada “tanggapan” dan penulisan sejarah dari versi negeri Beinusa Amalatu tentang narasi ini.  Dengan begitu, maka dapat dicapai sebuah sejarah yang berimbang, dan saling melengkapi.